M.
Bachtiyar, S.Pi
Dimuat di Harian Bangka Pos, Selasa 03 Juli 2012
Tema kepemimpinan, terlebih
kepemimpinan nasional selalu menarik untuk dibicarakan. Membicarakan
kepemimpinan artinya sama dengan membicarakan hajat hidup orang banyak.
Membicarakan pula arah gerak peradaban, menuju kejayaan ataukah sebaliknya
membawanya terpuruk ke jurang kehancuran. Pemimpin dengan segala tipe
kepemimpinannya ibarat nahkoda kapal yang tengah mengarungi samudera.
Harapan yang begitu besar pada para
pemimpin, tentu membutuhkan kapasitas pemimpin yang besar pula. Kapasitas yang
tidak hanya terbatas pada pencitraan, retorika atau slogan saja, tetapi lebih
kepada kapasitas kinerja yang sekaligus dibarengi dengan kapasitas kepribadian
pemimpin yang utuh. Tak heran pula, bila harapan tersebut layak disandarkan
kepada para pemimpin dari kalangan muda.
Perjalanan sejarah dunia dan
Indonesia sendiri telah menghasilkan begitu banyak potret keberhasilan kaum
muda. Berbekal segala potensi yang dimiliki para pemuda, ditunjang dengan
karakter dinamis dan semangat yang menyala, dibarengi pula dengan kebugaran
fisik yang dalam masa puncaknya, menjadikan kaum muda mampu untuk memimpin
sekaligus mengukir sejarah mereka dengan tinta emas.
Ada yang menarik dari temuan Survey Lingkaran Survey
Indonesia yang dilakukan bulan September - Oktober 2011 tentang politisi muda. berdasarkan
survey tersebut hanya 24.8 % responden yang percaya bahwa politisi muda yang
berkiprah saat ini berperilaku baik. Dukungan untuk para politisi muda yang
sudah masuk bursa capres 2014 pun masih berada di kisaran angka di bawah 3 %. Jauh
tertinggal dibandingkan tokoh yang di kisaran umur 60 tahun misalnya Abu Rizal
Bakri, Prabowo Megawati, Wiranto atau Ani Yudhoyono yang mendapatkan dukungan
dari responden di kisaran 10 %.
Pemimpin
Muda, Siapa Berani ?
Survey tersebut, walalu tidak dapat dikatakan mewakili
seluruh masyarakat kita, cukup
memberikan gambaran umum kepemimpinan kaum muda. Ada harapan dari masyarakat,
tapi para pemimpin muda yang sudah hadir di panggung kepemimpinan saat ini
belum mampu menjawab tantangan tersebut. Ada gap antara harapan
masyarakat dan realita kepemimpinan kaum muda kekinian.
Masyarakat kini sebenarnya sudah jemu dengan stok pemimpin
yang itu – itu saja. Lihatlah para figur capres yang sudah mulai unjuk gigi.
Masih didominasi oleh tokoh yang sudah uzur dan sekian lama malang melintang di
jagad perpolitikan kita dengan sederet catatan plus minus mereka. Belum ada
yang memberikan sebuah harapan baru. Bahkan memunculkan nama baru yang segar
dan jauh dari segala dosa kelam sejarah masa lalu seolah menjadi tantangan
besar bangsa tercinta.
Bangsa ini pernah punya seorang presiden yang saat itu baru
berusia 40 tahun pada diri Ir. Sukarno. M. Natsir pun ketika diangkat menjadi Perdana
menteri baru berusia 41 tahun. Pada sosok Jenderal Soedirman bangsa kita dapat berkaca
bagaimana seorang pemuda yang baru berusia 29 tahun sudah mencapai puncak
pangkat kemiliteran tertinggi saat itu. Tentu bukan karena alasan situasi
perjuangan atas penjajahan semata figure – figur fenomenal tersebut. Karena
mereka memang sudah siap untuk menjawab tantangan kepemimpinan tersebut. Lalu,
tidak adakah tokoh muda seperti mereka kini ?
Mendobrak
Belenggu
Beberapa tokoh muda saat ini sudah muncul. Menghiasi
legislatif dan eksekutif, beberapa bercokol di pusat kekuasaan dan yang lainnya
bertebaran di beberapa daerah. Mereka berasal dari berbagai latar belakang.
Akademisi, pengusaha, politisi, keluarga trah penguasa, seniman ataupun
aktivis. Beberapa telah mampu memberikan kontribusi yang signifikan, yang
lainnya baru sebatas menjadi etalase dan kembang demokrasi semata.
Salah satu sebab keterlambatan munculnya para pemimpin muda
yang mumpuni adalah mandeknya pengkaderan kepemimpinan. Proses pengkaderan
kebanyakan baru dimulai ketika para pemuda duduk di bangku kampus. Itupun bukan
di tahun awal perkuliahan mereka. Akibatnya, ketika lulus dari kampus,
kebanyakan aktivis mahasiswa belum matang secara organisasi, kemampuan
manajerial dan kepemimpinan.
Pasca kampus, ketika memasuki dunia profesi secara sistematis
mereka harus memulainya kembali dari awal. Bahkan dalam tataran birokrasi,
dengan mengikuti pola kepagawaian yang ada, bisa dipastikan mereka baru bisa
menjabat kepemimpinan di instansi ketika berumur di atas 40 tahun. Bahkan
kebanyakan lebih dari itu. Lalu kapan lagi mereka bisa berkontribusi untuk
lingkup yang lebih besar ? Itu pun dengan catatan khusus, semoga saja idealisme
mereka tidak tergerus selama berkecimpung di dunia kerja.
Pengkaderan kepemimpinan melalui jalur partai politik pun
setali tiga uang. Banyak parta politik yang terjebak dalam pragmatisme
pengkaderan sehingga mengedepankan jalur instant dan karbitan. Direkrutlah
kader dari kalangan selebritis, pengusaha, keluarga penguasa, tokoh masyarakat
atau dari para kutu loncat politik. Berorientasi hitung-hitungan elektoral
semata. Imbasnya proses pengkaderan dari kalangan internal pun terhambat.
Diperparah dengan kalangan elit yang didominasi kaum tua yang tidak mau minggir
dan menyerahakan kesempatan kepada kader muda dengan legowo. Lengkaplah sudah
proses pembunuhan karakter kepemimpinan kaum muda.
Jalur kaderisasi kepemimpinan masa kini nampaknya membutuhkan
fast track untuk mewujudkan pemimpin muda yang mumpuni. Dibutuhkan sinergi
dan keberanian melakukan terobosan pengkaderan calon pemimpin sejak dini.
Revitalisasi peran kaderisasi kepemimpinan di organisasi intra sekolah
misalnya. Semakin dini upaya penanaman nilai kepemimpinan maka akan semakin
mempercepat proses pematangan para pemimpin muda. Betapa kita rindu akan
hadirnya para pemimpin muda. Adakah kita termasuk didalamnya ?
0 komentar:
Posting Komentar