Home » » PERMASALAHAN DAN KONDISI MORAL DI INDONESIA

PERMASALAHAN DAN KONDISI MORAL DI INDONESIA

Written By KAMMI BABEL on Senin, 12 Maret 2012 | Senin, Maret 12, 2012

PERMASALAHAN DAN KONDISI MORAL DI INDONESIA
LIA AMELIA
Anggota KAMMI Komisariat Depati Amir Bangka Belitung

Berbagai kasus moral telah menghiasi berbagai media massa, baik cetak maupun elektronik, dilihat dari belakang berbagai kasus, seperti Kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang semakin membudaya, pelanggaran HAM, pelecehan seksual,pornografi, pelacuran, dan penyalahgunaan narkoba menjadi permasalahan yang terkesan biasa di mata masyarakat kita sekarang, bukan sesuatu yang luar biasa dan tidak mengejutkan lagi dipikiran kita.


Permasalahan moral di Indonesia dari hari ke hari semakin bertambah baik dari segi kualitas maupun lainnya. Upaya-upaya untuk memberantas (minimal mengurangi) kasus-kasus moral tersebut terus dilakukan oleh pemerintah (aparat berwajib/kepolisian yang mengatur) maupun masyarakat kita, tokoh masyarakat lainnya, namun hasilnya belum memuaskan. Terus dibuatnya undang-undang yang mengatur masalah-masalah seputar kehidupan manusia tersebut.
Serta adanya keberadaan atau hadirnya lembaga-lembaga negara yang menangani atau mengatur kasus-kasus tersebut ternyata belum menjadi “senjata ampuh” yang dapat menghentikan bangsa kita dari tindak pelanggaran moral tersebut. Upaya alternatif yang bisa ditempuh adalah di antaranya melakukan gerakan besar-besaran yang melibatkan semua golongan atau elemen dalam masyarakat, baik yang tergabung dalam partai-partai politik, organisasi massa, LSM maupun perkumpulan-perkumpulan lainnya.
 Untuk memberantas kasus-kasus moral yang ada yang dilakukan dan dimotori oleh kepemimpinan yang bersih dan berwibawa dari para pemimpin elite kita. Semangat jihad bagi kalangan Muslim juga menjadi “ruh” yang dapat menjadi pemicu dalam melakukan gerakan-gerakan tersebut. Alternatif atau cara lain yang baik juga sangat penting adalah melalui pendidikan, baik formal,informal, maupun nonformal. Dengan upaya-upaya inilah barangkali kasus-kasus moral di negara kita bisa diminimalisasi, meskipun butuh waktu dan proses yang panjang.
Adapun masalah moral di Indonesia salah satunya adalah maslah korupsi, yang memang Indonesia dikenal sebagai juaranya korupsi di dunia. Sudah bertahun-tahun Indonesia berperingkat terbawah sebagai negara terkorup di dunia dan seakan-akan tak ada yang beranjak dari masalah keburukan ini. Terakhir peringkat indeks korupsi di Indonesia kalau gak salah tahun 2009 berada pada posisi 111. Ini memang sangat miris sekali dan sangat jengkel untuk didengar ditelinga kita, karena bangsa Indonesia yang dikenal dengan bangsa yang besar ini dipandang sangat “kotor” akibat korupsinya yang merajalela. Ibu Pertiwi pasti menangis dan menjerit jika melihat anak bangsanya saat ini sebagai juara korupsi.
Lantas, banyak orang berpikir bahwa korupsi yang sudah sedemikian parah ini dihubungkan dengan masalah moral. Akar permasalahan utama korupsi di Indonesia adalah moralitas bangsa yang bobrok, korup dan ambruk. Benarkah demikian? Pantaslah kita untuk menanyakan agar kita tidak serta merta mempercayai statement bahwa parahnya korupsi di Indonesia ini akibat moral bangsa yang buruk. Kita tidak boleh hanya mengkambing hitamkan masalah moral sebagai penyebab suburnya korupsi di indonesia.
Sayangnya, begitu banyak terdengar upaya kampanye, baik dari pemerintah, tokoh masyarakat, NGO/LSM, hingga tokoh-tokoh agama tentang seruan serta imbauan kepada masyarakat untuk terus memperbaiki akhlak dan nilai-nilai moral yang selama ini dianggap biang terjadinya korupsi di Indonesia. Media yang digunakan beragam, mulai dari iklan TV, Koran, Majalah, Tabloid hingga pamflet dan selebaran, yang intinya adalah menekankan kepada masyarakat bahwa, “jika ingin korupsi dibasmi, maka perbaikilah moral dan akhlak dasar kita, sebab moral yang bobrok merupakan akar penyebab korupsi di Indonesia”.
Upaya tersebut tidaklah salah, tetapi sangat berpotensi keliru memandang persoalan secara objektif. Bahkan kekhawatiran terbesar masyarakat adalah bisa saja upaya kampanye anti korupsi yang terus menerus menyudutkan masalah moral sebagai biang keladi menjamurnya korupsi, hanya dijadikan sebagai upaya “cuci tangan”dari para pejabat koruptor. Kita perlu memandang masalah moralitas ini sangat rawan untuk dipermainkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya terlibat dalam korupsi. Bisa saja moralitas ini hanya sebagai upaya lempar batu sembunyi tangan ha ha…
Memandang korupsi sebagai masalah moral ini juga bisa menciptakan ketidak mampuan menguraikan jenis-jenis korupsi secara detail dan kegagalanlah yang bisa menciptakan solusinya. Ada yang timbul karena rasa pesimis sebagai akibat kegagalan menguraikan dari korupsi itu. Ini karena masalah moral begitu luas dan cara penanganannya juga sangat luas. Jadi, tidak sekedar menangani penyebab dari satu aspek saja, lalu lantas masalah moral selesai dan korupsi pun punah.
Lantas, orang berpikir karena masalah moral maka yang harus dibenahi moral masyarakat adalah lewat pendidikan yang bermoral seperti tarbiyah atau lainnya. Ini jelas terlalu luas dan tidak langsung mengenai sasaran karena pendidikan lebih condong pada pembentukan karakter dasar. Dan seringkali karakter lingkungan yang mencerminkan kondisi yang sesuai pada realitas atau fakta yang sifatnya kekinian. Lingkungan mampu menciptakan pengaruh yang menjadikan orang yang dibentuk pendidikan larut dalam lingkungan yang buruk.
Menangani korupsi lewat pendidikan memang sangat perlu, tetapi ini hanya perlu proses dan perlahan-lahan saja. Pendidikan yang menciptakan moralitas utama lebih disepakati sebagai upaya penanaman pondasi moral bahwa korupsi itu adalah tindakan laknat dan kejam yang bisa  menghancurkan kehidupan bangsa. Sekaligus pendidikan moral ada untuk membangun benteng moral agar tidak terjebol oleh serangan biadab korupsi. Namun demikian, moralitas yang dibentuk pendidikan tidak bisa digunakan sebagai tameng secara terus menerus untuk menghadang korupsi.
Kita pasti hangat dengan ucapan Bang Napi dalam sebuah acara kriminal di salah satu stasiun televisi bahwa “Kejahatan tidak hanya terjadi karena dari niat pelakunya, tetapi karena adanya kesempatan”. Kalau diuraikan, dari pernyataan di atas asal korupsi adalah karena niat dan atau kesempatan. Secara sederhana, jika beracuan pada niat berarti yang menyebabkan korupsi adalah buruknya moralitas pelakunya. Sedangkan, jika merujuk pada kesempatan maka yang menciptakan korupsi adalah lingkungannya, betul.. setuju..!!!
Untuk masalah moralitas sudah dijelaskan secara spesifik sebelumnya. Sejatinya, lingkungan memang sangat berkaitan dengan adanya sistem yang melingkupinya dan berpengaruh. Jikalau sistem yang ada itu buruk maka akan memungkinkan mencuat lingkungan yang buruk pula. Begitu pula, sebaliknya. Ada hubungan searah antara sistem dengan lingkungan.
Ketika kita mencermati kasus korupsi yang marak akhir-akhir ini, bisa dilihat bahwa sistem yang ada di birokrasi pemerintahan ‘kebobolan’. Sistem mampu dikibuli atau dibohongi oleh aparat-aparat yang ada di dalamnya maupun pihak-pihak luar yang ingin ‘mempermainkan’ sistem. Contoh yang paling kentara adalah kasus mafia pajak. Betapa sistem hukum perpajakan di Indonesia memberikan peluang bagi aparat pajak, kejaksaan, polisi untuk melakukan tindakan korupsi.
 Contohnya dari Gayus sendiri, jumlah dana yang terkorupsi adalah 28 miliar. Padahal, ‘Gayus-gayus” lain masih banyak yang berkeliaran dan menciptakan kerugian negara bertriliun-triliun rupiahnya. Entah dari jumlah yang dikorupsi ataupun dari nominal kasus yang dimenangkan pelanggar-pelanggar hokum lain.
Disadari atau tidak, Gayus-gayus ini bisa muncul bak jamur di musim hujan dikarenakan sistem yang tidak memungkinkan untuk demikian adanya. Banyak celah sistem yang mudah dimanfaatkan untuk bertindak korupsi. Sistem yang buruk ini lalu menciptakan lingkungan yang buruk. Jadinya, karena banyaknya pelaku-pelaku korup itu, lingkungan birokrasi pun ‘mendukung” keburukan itu. Mungkin sampai ada anggapan bahwa “kalau tidak korupsi, maka susah untuk cepat kaya atau naik pangkat” di pemerintahan. Anggapan ini pun menjadi aksi banyak orang untuk melakukan korupsi.
Kalau kita mendalami masalah sistem ini, praktik korupsi bukan sekedar pada tingkat pelaksanaan saja. Kita harus melihat dari perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan sistem, sebagaimana kerangka atau membuat susunan sederhana dari sistem itu sendiri. Kalau dari perencanaan, kita bisa melihat salah satunya dari peraturan perundang-undangan. Undang-undang dan peraturan pemerintah apakah bisa menjadi alat untuk mengembangbiakkan korupsi. Jika iya, berarti dari tahap perencanaan terhadap sebuah sistem saja sudah menabur benih tumbuhnya pohon korupsi.
Kalau dalam tahap pelaksanaan sistem, jelas apa yang terjadi kebanyakan saat ini tentang kasus korupsi adalah karena pelaksanaan sistem yang kacau balau. Sistem sangat lemah sehingga memungkinkan koruptor bisa memanfaatkannya. Belum lagi, tumpang tindihnya sistem yang satu dengan yang lain. Tumpang tindih ini pun bisa sebagai ruang nyaman bagi koruptor untuk beraksi.
Dalam hal pengawasan sistem, ini juga merupakan bagian yang perlu atas suburnya korupsi. Pengawasan yang lemah atas sistem jelas melonggarkan ruang bagi sosok seperti Gayus untuk mengotak-atik sistem  dengan para pelaku pajak lainnya. Para aparat hukum, karena tidak adanya pengawasan yang kuat, menjadikan mereka bisa mempermainkan aturan hukum yang seharusnya menjerat koruptor itu.
Indonesia bisa terus menjadi juara korupsi atau  peringkatnya, karena sistem-sistem buruk dan lemah yang ada terus-menerus. Reformasi birokrasi memang sudah jalan, tetapi itu belum masuk ke tataran birokrat itu. Apa gunanya sistem yang bagus, tetapi tidak diresapi oleh para obyeknya?
Inilah mengapa sistem saat ini tidak berjalan dengan bagus, baik dari perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan. Jika Indonesia ingin keluar dari lingkaran korupsi yang mematikan, pembenahan sistem dan moral yang baik perlu dilakukan. Dan, sistem itu pun diatur secara baik dan menanamkan moral kepada para pejabat atau masyarakat lainnya kemudian harus dijunjung tinggi oleh semua obyeknya sampai terselesaikan..:)
Share this article :

0 komentar:

KAMMI BABEL

Foto saya
Pengurus Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka Belitung. Berdiri Januari 2012 (belum satu tahun), terus bergerak untuk memberikan kontribusi terbaik bagi Bangsa.

Anda Pengunjung ke


web counter