Syamsiyah
Bidang Humas Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka
Belitung
* Terbit di Koran Radar Bangka, Kamis 26 April 2012
Tanggal
21 April, identik dengan peringatan hari Kartini. Di banyak tempat, peringatan
hari kartini sering kali dihiasi dengan aneka perlombaan yang seolah-olah
menunjukkan bagaimana cara meneladani Kartini. Sayangnya, upaya meneladani
tersebut hanya terjebak pada aspek simbolisme pakaian ala kebaya, sanggul dsb.
Beberapa organisasi dan pegiat studi kewanitaan atau feminisme biasanya mengisinya
dengan aksi atau diskusi yang mendudukkan Kartini sebagai simbol perjuangan
kesetaraan dan emansipasi.
Kartini
dan emansipasi, dua kata yang sulit dipisahkan. Di balik riwayat Kartini dengan
surat-suratnya yang terkenal dan riwayat gagasan emansipasi yang terinspirasi
feminisme dari zaman Pencerahaan, segolongan aktivis feminisme mencoba membajak
sejarah untuk kepentingan-kepentingan tertentu, atau menjunjung nilai-nilai
tertentu. Dengan semangat “kesetaraan”, pendekatan legal formal dilakukan, guna
mengubah apa yang mereka sebut sebagai “kontruksi sosial” yang merugikan kaum
perempuan, atau sistem nilai yang cenderung patriarkis dan berorientasi
pembedaaan gender.
Kartini
tentu tidak dapat kita hadirkan kembali untuk sebuah konfirmasi. Isi benaknya
tetap tersimpan dalam deretan tulisan sejarah yang ditorehkan orang lain dan
tumpukan surat-suratnya kepada Ny. Abendanon, Nn. Stella Zeehandelaar, Ny Marie
Ovink Soer, Ir. H. H. Van Kol, Ny. Nellie dan Dr Adriani, sederat lingkaran
elit kolonial. Pertanyaan sederhana sebetulnya adalah : benarkah Kartini
memperjuangkan emansipasi, atau hak-hak perempuan atau apapun namanya? Jikapun
benar, apakah apa yang diperjuangkan Kartini sama dengan apa yang diperjuangkan
kaum feminis hari ini hingga mereka merasa memiliki lisensi untuk mencatut nama
Kartini?
Masa
angkatan Kartini merupakan awal dari perjuangan perempuan yang telah
dipengaruhi oleh gerakan perempuan di Barat. Ide-ide emansipasi wanita yang diperjuangkan
perempuan di Eropa dengan model feminisme liberal yang menekankan pada akses
dan partisipasi perempuan yang sama dengan laki-laki di wilayah publik, peran
produktif dan isu-isu perempuan tentang pendidikan, perlindungan hukum, dan
budaya. Ketika itulah, Kartini cukup banyak bersentuhan dengan
pemahaman-pemahaman feminisme yang dibawa oleh para sahabat penanya.
Kartini
dan Islam
Bertolak
belakang dari klaim pegiat feminisme, menarik sekali apa yang dipaparkan oleh
pakar sejarah Ahmad Mansur Suryanegara tentang sosok Kartini. Dalam bukunya
yang fenomenal, Api Sejarah, Ahmad Mansur Suryanegara menulis :
“Dari
surat-suratnya yang dikenal dengan Habis Gelap Terbitlah Terang, ternyata R.A
Kartini tidak hanya menentang adat, tetapi juga menentang politik kristenisasi
dan westernisasi. Dari surat-surat R.A. Kartini terbaca tentang nilai Islam di
mata rakyat terjajah waktu itu. Islam sebagai lambang martabat peradaban bangsa
Indonesia. Sebaliknya, Kristen dinilai merendahkan derajat bangsa karena para
gerejawannya memihak kepada politik imperialisme dan kapitalisme.”
Masih
menurut Beliau, Kartini memiliki sikap demikian setelah memperoleh dan membaca
tafsir Al-Qur’an. Kekagumannya pada Qur’an ia tulis dalam suratnya kepada E.C.
Abandenon :
“Alangkah
bebalnya, bodohnya kami, kami tiada melihat, tiada tahu, bahwa sepanjang hidup
ada gunung kekayaan di samping kami.” Qur’an ia sebut dengan “gunung kekayaan”.
Sisi ini yang kurang diperhatikan oleh pegiat emasipasi wanita dan feminisme.
Bahwa Kartini sebagai sosok pembela hak perempuan dapat saja benar adanya,
sebagaima wanita sezamannya Raden Dewi Sartika yang giat memperjuangkan
pendidikan, utamanya pencerdasan kaum perempuan bahkan mendirikan Kautamaan
Isteri pada tahun 1916.
Hanya
saja, amat berlebihan jika semangat pembelaan hak dan pencerdasan bangsa ini
lantas ditafsirkan sebagai upaya merintis emansipasi, sebagaimana yang dilihat
dari kacamata kaum feminis. Secara adil, seharusnya mereka juga melihat sosok
Kartini sebagai pembela nilai Islam dari serangan Barat dan perintis pencerdasan
perempuan, semua gagasan itu sudah mendapat landasannya dalam ajaran Islam,
bukan dalam ajaran Barat.
Dalam
banyak suratnya kepada Abendanon, Kartini banyak mengulang kata “Dari
gelap menuju cahaya” yang ditulisnya dalam bahasa Belanda: “Door Duisternis
Toot Licht.” Oleh Armijn Pane ungkapan ini diterjemahkan menjadi “Habis Gelap
Terbitlah Terang,” yang menjadi judul untuk buku kumpulan
surat-menyuratnya. Sebuah kalimat yang sebenarnya terinspirasi dari QS Al
Baqoroh ayat 257 yang artinya Orang-orang beriman dibimbing Allah dari gelap
menuju cahaya.
Kita
dan Kartini
Dalam
merayakan hari kartini tentu jangan sampai terjebak sebatas simbol belaka. Tapi
bagaimana kita menjadi wanita tangguh seperti yang diajarkan oleh Ibu Kartini.
Ingin tahu cara menjadi perempuan mandiri, tangguh dan penuh percaya diri?
Simak rahasianya!
Pertama,
jika kamu ingin jadi perempuan yang kuat dan mandiri. Kamu harus memandang diri
kamu seperti itu. Caranya hargailah dirimu, menjadi mandiri bukan berarti nggak
perlu bantuan oranglain sama sekali, tapi jangan terlalu bergantung pada
oranglain selama kamu dapat mengerjakan dan mengusahakanya sendiri. Berusahalah
mencapai apa yang kamu inginkan dan yakin kan diri kamu kalau kamu pasti bisa.
Saat
ini sudah banyak bidang yang tidak lagi hanya dikuasai oleh laki-laki, tetapi
juga para perempuan. Perempuan bisa menjadi menjadi pebisnis, penulis, ilmuwan
bahkan politisi sekalipun. Banyak contoh wanita-wanita hebat yang mampu
bersinar dibidangnya masing-masing. Nah, kalau kamu mempuanyai niat yang kuat
pasti kamu juga bisa seperti mereka. Karena pada dasarnya setiap orang memiliki
kelebihan masing-masing. Yang terpenting bagaimana usaha kita untuk berkembang
dan mewujudkan semua impian kita.
Setiap
kali ada masalah dalam kehidupanmu, masalah apapun bahkan yang terberat
sekalipun, tidak akan lagi membuat dirimu lemah dan terpuruk, tetapi justru
akan menjadikan dirimu perempuan yang lebih kuat, tegar dan melangkah penuh
percaya diri.
Perhatikan
dirimu sebaik mungkin dan temukan kemampuan serta kekuatan yang kamu miliki.
Dengan begitu kamu bisa menjadi perempuan yang selalu dihargai dan disukai di
mana pun kamu berada. Yang perlu diingat, kamulah Kartini seseungguhnya!
Selamat Hari Kartini..
"
Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus
terang cuaca. sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan.
kehidupan manusia serupa alam”
(Kartini - Habis Gelap terbitlah terang).
0 komentar:
Posting Komentar