KENAIKAN HARGA BBM MENDZALIMI RAKYAT
SUNARTIK
Anggota
KAMMI Komisariat Depati Amir Bangka Belitung
Beban hidup rakyat dipastikan semakin bertambah berat
dengan keluarnya kebijakan pemerintah tentang pembatasan BBM bersubsidi,
ataupun pengurangan subsidi BBM (kenaikan harga BBM). Sebab, kebijakan
ini dipastikan akan disusul oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, barang, dan
jasa yang berarti meningkatnya biaya dan beban hidup rakyat. Padahal,
sebelumnya, rakyat sudah menanggung beban berat akibat privatisasi PSO (public
service obligation) yang telah merambah pada pelayanan public dasar,
seperti air, listrik, kesehatan, dan pendidikan.
Ironisnya lagi, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi -yang
ujungnya adalah pencabutan subsidi BBM secara total- bukanlah kebijakan yang
lahir dari aspirasi rakyat, akan tetapi lahir akibat adanya campur tangan dan
intervensi asing. Atas dasar itu, kebijakan ini tidak hanya mendzalimi
rakyat, lebih dari itu, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi telah membuka jalan
bagi asing untuk menguasai sepenuhnya sector energy di Indonesia.
Lantas, bagaimana pandangan syariat Islam terhadap kebijakan
pembatasan BBM bersubsidi atau kenaikan harga BBM?
Pembatasan
BBM Bersubsidi atau Kenaikan Harga BBM: mendekati haram
Jika
diteliti secara jernih dan mendalam, dapatlah disimpulkan bahwa hukum
pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan harga BBM adalah haram. Adapun alasan
keharaman dua opsi kebijakan itu adalah sebagai berikut:
1.
Kebijakan Tersebut Adalah Turunan
Dari Kebijakan Haram Privatisasi
Pada dasarnya, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun
kenaikan harga BBM merupakan akibat dari kebijakan privatisasi dan liberalisasi
tambang minyak dan gas bumi yang diharamkan syariat Islam. Pasalnya, tambang
minyak dan gas bumi termasuk dalam kategori kepemilikan umum (collective
property)yang dari sisi kepemilikan tidak boleh diserahkan kepada individu,
atau hanya bisa diakses oleh individu-individu tertentu.
Negara dilarang menyerahkan atau menguasakan harta milik
umum kepada seseorang atau perusahaan swasta. Negara juga dilarang memberikan
hak istimewa bagi individu atau perusahaan swasta untuk mengeksploitasi,
mengolah, dan memonopoli pendistribusiaannya. Ketentuan ini didasarkan pada
alasan-alasan berikut ini. Pertama,
Dari Ibn ‘Umar dan Ibn ‘Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda:
Dari Ibn ‘Umar dan Ibn ‘Abbas bahwa Rasulullah saw bersabda:
لايحل لرجل أن يعطي عطية أو يهب هبة فيرجع فيها إلا الوالد
فيما يعطي ولده ومثل الذي يعطي العطية ثم يرجع فيها كمثل الكلب يأكل فإذا شبع قاء
ثم عاد في قيئه “
“Tidak
halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian, kemudian dia mengambil kembali
pemberiannya, kecuali apa yang diberikan orang tua kepada anaknya. Perumpamaan
orang yang memberikan suatu pemberian lalu menarik kembali pemberiannya
bagaikan anjing yang makan, setelah kenyang ia muntah, kemudian memakan
muntahannya kembali”. [HR Abu Dawud, al-Nasa'i, Ibn Majah, dan
al-Tirmidziy].
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw menyebut ‘tidak halal’
perbuatan menarik kembali barang yang telah diberikan kepada orang lain.
Rasulullah saw mencela perbuatan tersebut dengan menyamakannya dengan anjing
yang memakan kembali makanan yang telah dimuntahkannya. Ini berarti tindakan
menarik kembali pemberian yang telah diberikan -sebagaimana dipahami jumhur
ulama’– adalah haram, kecuali orang tua terhadap anaknya.
Jika Rasulullah saw melarang menarik kembali barang
pemberian, sementara beliau sendiri melakukannya, dan itu dilakukan setelah
beliau mengetahui bahwa tambang yang diberikan itu depositnya melimpah (al-maa`u
al-‘iddu), maka semua itu menunjukkan bahwa benda tersebut tidak boleh
dimiliki secara pribadi. Jika sudah terlanjur dimiliki, negara harus
menariknya kembali. Sebab, orang tersebut telah menguasai suatu benda yang oleh
syariat dikategorikan sebagai milik bersama.
Juga ada larangan tidak terbatas pada tambang garam saja.
Sebab yang menjadi ‘illat tidak diperbolehkannya tambang garam dimiliki
secara pribadi adalah karena jumlahnya yang berlimpah (al-maa’u al-’iddu).
Jika pelarangan itu ditujukan kepada dzat garamnya, tentu Rasulullah saw sejak
awal menolak permintaan Abyad bin Hamal untuk memiliki tambang garam. Akan
tetapi Rasulullah saw baru melarang tambang garam itu dimiliki secara
perorangan, setelah mendapatkan penjelasan dari para sahabat bahwa tambang
garam yang beliau berikan itu bagaikan air yang tak terbatas. Cakupan tambang
itu bersifat umum, meliputi setiap barang tambang apa pun jenisnya tatkala
jumlah (depositnya) sangat banyak atau tidak terbatas.
Kedua, kaum
Muslim memiliki hak, adil, dan bagian yang sama terhadap tambang minyak dan gas
bumi. Menguasakan atau memberi hak istimewa kepada individu atau perusahaan
swasta untuk mengolah dan mendistribusikannya sama artinya telah merampas hak,
andil, dan kesetaraan pihak lain.
المسلمون شركاء في ثلاث في الماء والكلأ و النار وثمنه حرام
"Kaum
Muslim berserikat dalam tiga hal; air, padang rumput, dan api, dan harganya
haram".[HR. Imam Ibnu Majah]
Dalam hadits tersebut dinyatakan bahwa kaum Muslim
berserikat terhadap tiga jenis barang, yakni air, padang rumput, dan api.
niscaya akan menghalangi orang lain untuk memanfaatkannya. hadits ini
menunjukkan haramnya menjual kelebihan air, yakni kelebihan dari kecukupan
(kebutuhan) orang yang memiliki. Tidak ada perbedaan apakah air itu
berada di tanah mubah atau tanah yang sudah dimiliki (secara individu), untuk
diminum atau lainnya, untuk keperluan ternak atau menyirami kebun, dalam
bepergian atau tidak.
Hadits-hadits yang menuturkan tentang larangan menjual
kelebihan air, menunjukkan bahwa seorang Muslim dilarang mencegah orang lain
untuk mengakses barang-barang yang sudah menjadi hajat hidup orang banyak, yang
mana pencegahan itu bisa menimbulkan madlarrah bagi kehidupan
masyarakat. Dari sinilah dapat dipahami bahwa mengalihkan harta
kepemilikan umum kepada individu atau perusahaan swasta yang menyebabkan
masyarakat tidak mampu mengakses harta kepemilikan tersebut adalah tindakan
haram.
2. Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi Maupun Kenaikan Harga BBM Menjadi Jalan Bagi Orang Kafir Menguasai Kaum Muslim.
2. Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi Maupun Kenaikan Harga BBM Menjadi Jalan Bagi Orang Kafir Menguasai Kaum Muslim.
Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga
BBM akan membuka jalan selebar-lebarnya bagi asing untuk menguasai kekayaan
bangsa ini. Sebab, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan
harga BBM tidak saja menguntungkan korporasi-korporasi minyak asing, lebih dari
itu, kebijakan ini semakin menguatkan eksistensi perusahaan-perusahaan asing di
Indonesia. Tidak terhenti di situ saja, dengan terkuasainya migas oleh perusahaan-perusahaan
asing, orang-orang kafir barat memiliki kekuatan yang sangat besar untuk
mendominasi dan mengintervensi kebijakan-kebijakan ekonomi maupun politik
pemerintah.
Bertentangan dengan syariat Islam. Sebab, syariat Islam
telah melarang kaum Muslim memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk
menguasai kaum Muslim. Ketentuan ini didasarkan pada firman Allah swt:
وَلَنْ َجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
سَبِيلًا
“dan
sekali-kali Allah tidak akan pernah menjadikan jalan bagi orang-orang kafir
untuk menguasai kaum Mukmin”.[TQS An Nisaa` (4):141]
3. Kebijakan
Pembatasan BBM Bersubsidi dan Kenaikan Harga BBM adalah Kebijakan Diskriminatif
dan Mendzalimi Rakyat
Sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi -yang ujung-ujungnya adalah
pencabutan subsidi secara menyeluruh– jelas-jelas akan menambah beban hidup
rakyat. Padahal, sebelumnya rakyat sudah harus menanggung beban
berat akibat kebijakan privatisasi yang telah merambah pada sektor pelayanan
public (public service obligation), seperti pendidikan, kesehatan,
kelistrikan, air, dan pelayanan publik lainnya.Atas dasar itu, kebijakan
pembatasan BBM bersubsidi yang jelas-jelas memberatkan rakyat adalah haram.
Selain karena alasan di atas,
kebijakan pembatasan BBM bersubsidi merupakan kebijakan yang
diskriminatif. Pasalnya, kebijakan ini akan berakibat pada
tertutupnya akses sebagian masyarakat untuk mendapatkan BBM yang murah.
Padahal, semua orang memiliki hak, andil, dan bagian yang sama terhadap
harta-harta yang termasuk dalam kepemilikan umum, tanpa membedakan lagi
perbedaan status social, warna kulit, suku, dan bahasa. Negara
berkewajiban mengelola harta kepemilikan umum sesuai dengan syariat Islam
hingga semua orang bisa mendapatkan bagian dan akses yang sama. Kebijakan
pembatasan BBM bersubsidi, jelas-jelas akan menutup akses sebagian orang untuk
mendapatkan pasokan BBM.
Masalah lain yang sering dilupakan
adalah, tidak ada istilah “subsidi pemerintah” dalam perkara-perkara yang
menjadi hak seluruh rakyat. Migas adalah hak seluruh kaum Muslim, bukan
hanya hak Negara maupun sekelompok orang.Rakyat bukanlah pihak yang wajib
dibelaskasihani dengan adanya subsidi.Sebab, rakyat adalah pemilik sejati
migas, bukan negara.Hubungan negara dengan rakyat dalam masalah ini bukanlah
hubungan antara penjual dan pembeli, maupun hubungan antara si kaya yang
memberi subsidi kepada yang miskin.Negara adalah institusi yang ditunjuk oleh
syariat untuk mengelola kepemilikan umum agar seluruh kaum Muslim bisa mendapatkan
bagian yang setara dalam hal pemanfaatan, akses, dan pembagian.
4.
Kebijakan Pembatasan BBM Bersubsidi
Maupun Kenaikan Harga BBM Adalah Kebijakan yang Lahir dari
Sekulerisme-Liberalisme
Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga BBM
bukanlah kebijakan yang lahir dari Islam, tetapi, lahir dari
sekulerisme-liberalisme yang nyata-nyata bertentangan dengan Islam.
Padahal, seorang Muslim diwajibkan untuk berbuat di atas dasar Islam, bukan
atas dasar paham atau pemikiran lain
Sesungguhnya, sejak negeri ini menerapkan paham
demokrasi-sekulerisme; sebagian besar kebijakan public yang diterapkan di
negeri ini tegak di atas paham demokrasi-sekuler, bukan Islam. Akibatnya, semua
kebijakan yang ada di negeri ini bertentangan dengan Islam, baik dari sisi asas
maupun perinciannya. Kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun kenaikan harga
BBM, dari sisi asasnya adalah kebijakan bathil. Sebab, kebijakan ini lahir dari
paham kapitalisme-sekulerisme.Adapun dari sisi perinciannya, telah terbukti bahwa
kebijakan ini bertentangan dengan syariat Islam yang mengatur pengelolaan harta
kepemilikan umum. Oleh karena itu, kebijakan pembatasan BBM bersubsidi maupun
kenaikan harga BBM jelas-jelas bertentangan dengan aqidah dan syariat Islam.
0 komentar:
Posting Komentar