Home » » Manufacturing Hope Pasca Pilkada Babel

Manufacturing Hope Pasca Pilkada Babel

Written By KAMMI BABEL on Sabtu, 10 Maret 2012 | Sabtu, Maret 10, 2012

MANUFACTURING HOPE PASCA PILKADA
M. Bachtiyar
Anggota KAMMI Bangka Belitung

Pemilihan kepala daerah di Bangka Belitung belum lama berlalu. KPU sudah memutuskan siapa yang akan menduduki posisi gubernur dan wakil gubernur Bangka Belitung 5 tahun kedepan. Walaupun proses hukum masih berjalan karena masih terbuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi, kita sudah dapat melihat hasil suara yang didapatkan setiap pasangan. Di sisi lain, ada fenomena menarik yang terjadi pada pilkada kali ini, yaitu cukup besarnya angka golput. Bahkan tak sedikit yang menyatakan sebenarnya pemenang dari pilkada kali ini adalah Golput. Sebuah kenyataan yang patut menjadi perhatian kita bersama.
Tingginya angka masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam perhelatan pesta demokrasi sebenarnya bukan baru kali ini saja terjadi. Fenomena ini juga berulang kali terjadi pada pelbagai pilkada di seluruh penjuru nusantara. Kisaran angka Golput yang berada antara 30 % - 40 % bahkan terkadang lebih dari itu tak pelak memunculkan kenyataan yang sesungguhnya teramat mengkhawatirkan dalam proses demokratisasi yang sedang kita jalani.
Semakin rendahnya partisipasi masyarakat dapat berarti pula semakin rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap banyak hal yang berkaitan dengan pemerintah baik dalam skala lokal maupun nasional. Bisa pula berarti bahwa masyarakat semakin apatis terhadap pemerintah. Sikap apatis ini pun akan semakin membahayakan stabilitas Negara bila mengarah pada terjadinya social distrust. Ketika rasa apatis dan tidak peduli sudah menjelma menjadi ketidakpercayaan terhadap pemerintah potensi terjadinya chaos semakin membesar. Beberapa unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan dan amuk massa yang terjadi di beberapa daerah menjadi bukti akan hal ini.
Banyak penyebab lahirnya golongan putih alias golput ini. Beberapa karena dilandasi alasan ideologi atau idealisme. Ada pula yang memang menjadi korban buruknya penyelenggaraan pesta demokrasi sehingga tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap. Tetapi tak sedikit pula masyarakat yang enggan untuk menuju bilik suara di TPS yang sebenarnya dekat dari rumahnya karena mereka tak lagi percaya suara mereka akan mampu merubah keadaan. Menurut penulis, nampaknya alasan terakhir ini adalah alasan yang mendasari kebanyakan para pemilih yang golput.
Dalam hamper semua even politik, nampaknya hantu pesimisme dan hilangnya harapan sudah menggelayuti masyarakat. Aura pesimisime yang ada di masyarakat Nampak lebih dominan dibandingkan harapan akan perubahan dan perbaikan yang sejatinya mereka inginkan. Dalam pilkada, tawaran visi, misi, program dan janji para kandidat tampaknya tak mampu membangkitkan optimism dan harapan masyarakat. Bahkan tak sedikit para pemilih yang menggunakan haknya dengan datang ke TPS pun sebenarnya tidak terlalu yakin bahwa pilihan mereka mampu  menghadirkan kesejahteraan untuk mereka. Mereka memilih lebih karena alasan balas budi atas sejumlah uang atau barang, atau terkadang atas dasar sentimen tertentu. misalnya kesamaan suku dan etnis, agama, atau adanya hubungan pekerjaan dan keluarga.  
Hingar bingar dunia politik yang terjadi di skala local dan nasional memang harus diakui telah memberikan dampak yang begitu nyata terhadap lunturnya harapan masyarakat. Berbagai kisruh di tingkat kepemimpinan daerah dan nasional yang diiringi dengan mencuatnya berbagai kasus korupsi yang dilakukan para pemimpin dan para wakil rakyat membuat masyarakat semakin muak dengan aneka ragam aktivitas yang berkaitan dengan politik. Pemberitaan aneka tingkah polah para politisi yang semakin cenderung menghalalkan segala cara ala Machiavelli di media pun semakin membuat masyarakat jenuh dan makin membuat mereka tak lagi menggantungkan harapan terciptanya kesejahteraan kepada politik dan politisi.
Untuk membandingkan realita maraknya golput hari ini, ada baiknya kita melihat kembali catatan sejarah pelaksanaan Pemilihan Umum (pemilu) di tahun-tahun sebelumnya. Pelaksanaan pemilu di Negara kita tercatat pernah sangat demokratis dan diikuti oleh penuh antusiasme seluruh lapisan masyarakat di tahun 1955. Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang dilakukan di Negara yang baru saja lepas dari belenggu penjajajahan. Saat itu banyak panitia penyelenggara pemilu yang buta huruf tetapi pelaksanannya dipuji oleh dunia.
Pada perkembangannya, ketika keran politik dibatasi oleh orde baru, pelaksanaan pesta demokrasi berjalan menjadi hambar. Pemilu menjadi alat legitimasi kekuasaan semata. Baru ketika arus gerakan reformasi pada tahun 1998 mendobrak belenggu stagnasi status quo dan keran politik kembali dibuka, gairah dan antusias masyarakat kembali melonjak tajam. Harapan besar akan perubahan nasib bangsa mengantarkan masyarakat berduyun-duyun datang memberikan suara pada pemilu tahun 1999.
Kondisi ini juga dapat dilihat hari ini pada penyelenggaraan pemilu di beberapa Negara di kawasan Timur Tengah yang baru saja mengalami musim semi (Arabic spring) misalnya Maroko, Mesir, dan Tunisia. Setelah sekian lama mereka terbelenggu oleh otoriterianisme dan pemerintahan yang diktator, ketika ruang partisipasi politik terbuka mereka pun menyambutnya dengan antusiasme yang luar biasa besarnya. Angka partisipasi masyarakat untuk memberikan suara pun begitu tinggi. Tercatat angka partsispasi masyarakat di Negara – Negara tersebut lebih dari 90 %. Harapan akan lahirnya perubahanlah yang merangkum alasan tingginya antusiasme masyarakat kita di pemilu tahun 1995 dan 1999 serta pemilu di beberapa Negara di kawasan Timur Tengah baru-baru ini.
Mencermati beberapa fenomena di atas, kita dapat melihat bahwa diperlukan sebuah alasan yang kuat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam perhelatan pesta demokrasi. Dalam istilah yang dipopulerkan oleh Dahlan Iskan beberapa waktu terakhir ini adalah mampukah para pemimpin di segala level memproduksi dan mengelola harapan (manufacturing hope) bagi rakyat. Tugas dan peran ini pun sebenarnya bukan hanya monopoli para pemimpin saja. Disini juga dibutuhkan peran dari para akademisi, politisa dan partai politik, birokrat, pengusaha dan yang lainnya, tetapi tetap saja para pemimpin dan para calon pemimpin yang dituntut lebih untuk menghadirkan harapan bagi masyarakat.
Belajar dari keberhasilan AK Party di Turki yang mampu memenangi pemilu 3 (tiga) kali secara berturut-turut dan dibarengi dengan tingginya partisipasi masyarakat untuk memberikan suara, kunci utama dari tumbuhnya harapan rakyat adalah dari terwujudnya perbaikan ekonomi rakyat. Selama masa kepemimpinan mereka, tingkat pendapatan masyarakat meningkat lebih dari 300 %. Turki yang tadinya tampak kumuh karena sekian lama terbelenggu sekulerisme yang jumud berubah menjadi negeri yang sangat indah dan selalu bergerak roda perokonomiannya.
Dalam prosesnya, menumbuhkan dan mengelola harapan rakyat banyak tidaklah hanya cukup sekedar dengan pemberian bantuan dan jaminan kesehatan untuk masyarakat, apalagi hanya sekedar retorika dan pencitraan di media. Dibutuhkan ide-ide besar dan segar serta keberanian dan kemampuan untuk menyiapkan terobosan-terobosan untuk menerobos begitu banyak penghalang terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Ide segar dan terobosan baru dirasa sangat penting hari ini meningat begitu banyaknya urusan yang terlalu berbelit yang membuat rakyat semakin menjerit.
Di pundak para pemimpin lah sejatinya harapan rakyat digantungkan. Di tangan mereka pula nasib rakyat akan ditentukan. Bagi masyarakat Bangka Belitung, harapan itu kini mau tidak mau akan dipercayakan kepada para pemimpin baru yang akan memimpin 5 (lima) tahun kedepan. Impian akan peningkatan pendapatan dan perbaikan tingkat ekonomi masyarakat tentu harus bisa terwujudkan. Tidak hanya sekedar meningkatkan kekayaan sekelompok orang saja. Aneka permasalahan sosial yang ada pun butuh untuk segera diselesaikan. Harapan kita, semoga Visi, Misi dan janji-janji manis yang ditebar selama kampanye bisa terwujud. Tak dilupakan begitu saja setelah kekuasaan digenggam. Apalagi bila hanya sekedar menjadi pemanis bibir semata.  
Share this article :

0 komentar:

KAMMI BABEL

Foto saya
Pengurus Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka Belitung. Berdiri Januari 2012 (belum satu tahun), terus bergerak untuk memberikan kontribusi terbaik bagi Bangsa.

Anda Pengunjung ke


web counter