JAYA JAILANI
Sekretaris Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka Belitung
Pendidikan
diciptakan untuk membentuk karakter terbina cerdas. Begitupun dengan tujuan
pendidikan di suatu bangsa, yaitu untuk mengcerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini
lah yang menjadi acuan pemerintah di negri ini untuk mewajibkan setiap warga
negaranya agar memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas. Pendidikan
yang berkualitas dianggap penting untuk mensejahterakan rakyat, karena dari
rahimnya pendidikan yang berkualitaslah lahirnya figur-figur yang cerdas hingga
membawa bangsa dan Negara menjadi lebih baik.
Pentingnya
kualitas pendidikan menjadi prioritas ibu pertiwi agar dapat menciptakan
anak-anaknya yang diharapkan dapat
membangun bangsa. Tapi manakah yang lebih diprioritaskan, antara pendidikan yang
bekualitas dengan pendidikan yang Nepotis?
Pendidikan
yang berkualitas, dapat dinilai dari segala kemampuan yang ditunjukan oleh
calon peserta didik agar dapat memenuhi segala yang dibutuhkan oleh standart
pendidikan tersebut. Sedangkan
pendidikan yang Nepotis beranggapan, segala yang dibutuhkan oleh standart
pendidikan hanyalah suatu formalitas belaka dan dapat diperoleh dengan harga
murah. Itulah
realita pendidikan di negeri ini, pendidikan apapun dinegeri ini dapat
diperoleh dengan mudah, asalkan dapat mempertebal kantong-kantong individu yang
tidak professional, atau dapat memperolehnya dengan istilah titipan.
Pendidikan
di Indonesia sudah lama dikenal dengan pendidikan yang Nepotis, pendidikan yang
mengatas namakan harta dan kedudukan itu dapat dengan mudah memperdaya
pendidikan yang sekarang dinilai abu-abu dalam mempertahankan kualitas
pendidikan.
Begitu
banyak orang-orang yang berjuang, berkorban dan berkopetensi untuk memperoleh
pendidikan yang diinginkannya, tapi sebanyak itu pula yang gugur begitu saja
tanpa sedikitpun meninggalkan jejak bagi mereka yang telah rela mengeluarkan
darah, kringat dan air mata hingga tak sedikit yang menjadi putus asa. Inilah
akibat kesalahan sistem pendidikan yang lebih memprioritaskan harta dan
kedudukan, bagaimana jadinya jika semua calon-calon penerus bangsa terus
diwarisi budaya-budaya yang jauh dari kejujuran.
Berbicara
masalah kejujuran berarti berbicara tentang kepercayaan, kejujuran dapat
dipercaya jika terbukti mendapatkan hasil yang terbaik. Tetapi paradigma
masyarakat sekarang sangatlah kental dengan keragu-raguan, hal ini dilandasi
oleh adanya indikasi-indikasi yang merusak nilai kejujuran, salah satunya
dengan memberdayakan budaya Nepotisme.
Pendidikan yang sekarang menjadi unggulan pun
mulai dipertanyakan status keunggulannya. Pemerintah dengan bangganya menamakan
suatu pendidikan tertentu dengan status pendidikan unggulan, padahal semakin
tingginya tingkatan dan status pendidikan di negeri ini, semakin banyak yang
harus dikoreksi dan di pertanyakan.
Pendidikan
yang diinginkan bangsa ini adalah pendidikan yang layak dan mutlak menerapkan sistem
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan adil tanpa memandang suatu
kekayaan ataupun kedudukan. Pemerintah dianggap gagal dalam menyetarakan pendidikan
di bangsa ini.
Sungguh
besar harapan dan cita-cita anak bangsa dalam mendapatkan pendidikan yang
terbaik yang diinginkannya, sekalipun orang tuanya adalah seorang kuli atau
buruh. Namun harapan dan cita-cita itu semakin sulit digapai akibat banyaknya titipan-titipan
yang harus ditampung.
Mungkinkah
harapan dan cita-cita itu dapat berubah menjadi peradaban yang melahirkan
pendidikan yang berkualitas?
Sanggupkah
pendidikan yang Berkualitas dapat mengalahkan pendidikan yang Nepotis?
Jawabannya
ada di seluruh rakyat dan pemeritah untuk mewujudkan pendidikan yang
berkualitas. Bagaimana pun kita membutuhkan pendidikan berkualitas yang sarat
akan kejujuran, bukan pendidikan antah berantah yang sarat akan Nepotis. Karena
pendidikan yang jujur dan berkualitas akan menciptakan figur-figur yang
dirindukan ibu pertiwi untuk dapat membangun bangsa dan mensejahterakan Rakyat.
0 komentar:
Posting Komentar