*Refleksi
Hari Tanpa Tembakau Sedunia (31 Mei) - Terbit di Kolom Opini Bangka Pos, Senin 4 Juni 2012
M.
Bachtiyar
Anggota Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka Belitung
Anggota Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka Belitung
Rokok,
bagi sebagian penduduk dunia seolah sudah menjadi kebutuhan primer. Dengan
mudahnya kita akan temukan fenomena betapa seolah dunia di sekitar kita adalah
dunia dengan kepulan asap rokok di sekelilingnya. Alih – alih sebagai simbol
pergaulan sebagaimana diklaim oleh kebanyakan para perokok, justru para perokok
pun sering kali muncul sebagai figur yang acuh dan abai dengan lingkungan
sekelililngnya. Tak peduli dimanapun tempatnya, bahkan di ruangan AC,
fasilitas umum atau ruangan yang seharusnya merokok adalah tindakan terlarang
masih saja banyak asap rokok yang bergelung dan abu yang bertebaran.
Tembakau yang biasanya
dimanfaatkan untuk pembuatan rokok berasal dari tanaman Nicotiana tabacum L.
Tembakau dikenal berasal dari Amerika Utara dan Selatan. Pada perkembangannya
tembakau dikenal sebagai obat penenang dan digunakan oleh masyarakat dunia
dengan dikunyah atau dihisap dalam bentuk cerutu. Rokok, atau lintingan.
Merokok kemudian menjadi sebuah trend social. Sebagian orang menganggap merokok
sebagai sebuah fenomena sosial yang menunjukkan masyarakat yang sakit.
Tercatat konsumsi rokok
paling besar adalah di Negera dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah. Ironis
bukan ? Di Indonesia sendiri menurut WHO sekitar 150 juta penduduknya adalah
perokok aktif dengan konsumsi rokok total hingga 220 Miliar batang per tahun.
Bahkan di tahun 2011, Indonesia menduduki peringkat ketiga konsumsi rokok di
Asia setelah Cina dan India.
Lebih menyedihkan lagi,
ternyata para perokok anak-anak cukup banyak. Dari data yang dilansir Komisi
Nasional Perlindungan Anak, saat ini 45 % perokok aktif adalah anak-anak dan
trennya terus meningkat. Belum lama ini kita juga dikejutkan dengan munculnya
pemberitaan beberapa anak-anak yang bahkan belum masuk Sekolah Dasar (SD)
tetapi sudah menjadi perokok berat. Mampu menghabiskan 1 hingga 2 bungkus
perhari. Sungguh sangat miris kita dibuatnya. Bisa jadi, fenomena yang sudah
terungkap ke permukaan ini pun hanyalah sebuah puncak dari fenomena gunung es.
Hari Tanpa Tembakau Sedunia
Melalui
sidang umum kesehatan dunia yang diselenggarakan oleh WHO pada tanggal 07 April 1987 telah ditetapkan
setiap tanggal 31 Mei sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia. Sebuah resolusi yang
dilahirkan menyikapi dahsyatnya bahaya konsumsi tembakau. Harapannya, dari
resolusi tersebut bisa menekan angka konsumsi rokok dunia. Dalam tataran
pemerintah, biasanya tanggal 31 Mei diperingati dengan menerapkan kebijakan
satu hari tanpa asap rokok, seminar dan diskusi tentang bahaya rokok atau
tembakau dan beragam kegiatan lainnya.
Rasanya
sudah sangat banyak sosialiasi dan penjelasan tentang bahaya rokok. Bahkan
dalam setiap iklan rokok atau di setiap bungkus rokok pun akan dengan mudah
terbaca peringatan bahaya merokok. Bagi perokok aktif ataupun bagi perokok
pasif. Dari berbagai penelitian, asap rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, 60 di antaranya dikenal sebagai zat karsinogen (pemicu kanker). Bahkan
ada penelitian yang menyebutkan bahwa mengubah kebiasaan merokok dengan rokok
rendah tar justru kemungkinan akan meningkatkan bukan mengurangi resiko dari
merokok. Lalu untuk apa menghabiskan uang untuk sesuatu yang membahayakan hidup
kita dan orang lain ?
Menilik
berbagai resiko bahaya bagi para perokok aktif maupun pasif, rasanya wajar bila
Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan beberapa organisasi Islam lainnya sampai
mengeluarkan fatwa haram merokok. Tentu saja dengan berpijak pada alasan dan
hujjah yang kuat. Salah satunya adalah larangan untuk menyakiti dan mendzalimi
diri sendiri dan orang lain. Walaupun fatwa tersebut tidak mengikat kuat dan
lebih menyerupai himbauan, kehadiran fatwa tersebut patut mendapatkan respon
positif dari seluruh elemen bangsa yang peduli akan kesehatan dan khawatir
terhadap bahaya rokok yang super dahsyat.
Adapun ketakutan bahwa
larangan merokok akan menyebabkan permasalahan pada sektor ketanagakerjaan dan
pendapatan orang-orang yang berkecimpung di dalamnya perlu ditelaah lebih
lanjut. Menurut temuan World Lung Foundation American Cancer Society terbaru,
pemakaian tembaku menelan biaya global sebanyak 500 Miliar dolar AS pertahun dalam bentuk biaya
medis langsung, kehilangan produktifitas dan kerusakan lingkungan hidup.
Penanaman tembakau
sebagai bahan utama rokok di seluruh dunia, mengambil potensi lahan produksi
pertanian seluas hamper empat juta hektar. Bayangkan bila lahan seluas itu
digunakan untuk penanaman perkebunan buah-buahan produktif atau aneka kebutuhan
pangan dasar manusia lainnya. Di Indonesia, cukai rokok secara nasional pada
tahun 2011 adalah sebesar Rp. 44 Triliun.
Sangat tidak sebanding dengan anggaran kesehatan untuk mengobati
masyarakat yang sakit karena rokok yang mencapai Rp. 125 Triliun.
Sebagai makhluk Tuhan,
sudah sepatutnya bila kita selalu mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan
kepada kita. Tidak berusaha untuk mengingkari nikmat tersebut dengan merusak
segala keteraturan yang ada. Mencemari segarnya udara dengan asap yang mengepul
dari ujung rokok, merusak kesehatan kita dengan memasukkan lebih dari 4000
bahan kimia kedalam tubuh kita. Alangkah indahnya bila hidup tanpa asap rokok.
Tidak hanya satu hari saja. Tapi sepanjang hari yang kita jalani dalam umur
hidup kita.
0 komentar:
Posting Komentar