Home » » Harapan Itu Pendidikan

Harapan Itu Pendidikan

Written By KAMMI BABEL on Sabtu, 05 Mei 2012 | Sabtu, Mei 05, 2012



Ipan Rosadi
Mahasiswa UBB/ Anggota KAMMI BABEL

Mengenang kembali Bapak Pendidikan Nasional kita yaitu Ki Hajar Dewantoro yang hari lahrinya pada tanggal 2 mei dinobatkan menjadi hari pendidikan nasional, beliau yang bernama asli Raden Mas Soewardi telah lebih dahulu memulai geliat perjuangan dalam dunia pendidikan indonesia sejak zaman sebelum kemerdekaan, beliau sempat  mendirikan salah satu taman siswa pada 3 Juli 1922 untuk sekolah kerakyatan di Yogyakarta dan juga perlawanan tanpa lelah yang beliau lakukan kepada penjajah belanda yang mencoba membunuh benih-benih pendidikan indonesia saat itu. Salah satu semboyan beliau yang  terkenal adalah Tut Wuri Handayani dan sampai hari ini semboyan ini begitu kita kenal dan melekat dikepala kita namun tak banyak kita yang paham tentang apa sebetulnya yang di dengungkan oleh semboyan tersebut.
 Semboyan “Tut wuri handayani”, atau aslinya: ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Arti dari semboyan ini adalah: tut wuri handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), ing madya mangun karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan ing ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik). Sehingga muncul kalimat “Di Depan, Seorang Pendidik harus memberi Teladan atau Contoh Tindakan Yang Baik, Di tengah atau di antara Murid, Guru harus menciptakan prakarsa dan ide, Dari belakang Seorang Guru harus Memberikan dorongan dan Arahan” (Ki Hajar Dewantoro).
              Teringat pula jualan yang paling sering diangkat oleh seorang calon legislatif, calon bupati, calon gubernur, calon presiden atau siapapun yang katanya ingin indonesia lebih baik agar rakyat lebih baik bahkan agar dunia ini lebih baik ketika berorasi atau menyampaikan visi dan misinya didepan khalayak ramai maka tema yang paling sering menjadi bidikan mereka adalah masalah pendidikan dan kesehatan karena kedua hal itulah yang dapat menyangkut langsung dalam logika berfikir masyarakat yang sebagian besar berpedoman pada logika kebermanfaatan “apa yang akan mereka dapatkan”.
Namun karena hari ini adalah hari pendidikan nasional maka penulis ingin mengangkat salah satu dari dua jualan para calon pemimpin atau pemimpi tersebut yaitu pendidikan. Kita semua tahu pendidikan ini adalah suatu masalah yang selalu menarik untuk dibicarakan atau dibongkar muat paketnya karena hal ini sangat penting dan selalu menjadi topik utama dalam setiap keluarga yang anaknya dalam masa-masa menempuh pendidikan wajib atau pendidikan kebutuhan sehingga tidak sedikit orang tua yang rela banting tulang mati-matian agar anaknya bisa menempuh pendidikan.
Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/201) waktu setempat, indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. Yang posisi ini masih jauh dibawah Brunai Darusalam yang meduduki peringkat ke-34. tentu hal ini masih sangat jauh ketinggalan.
Ketika kita ingin belajar dari salah satu negara dengan peringkat pendidikan terbaik dunia yaitu Finlandia maka kita akan menemukan suatu paradoks yang mungkin sangat jauh dengan apa yang terjadi di Tanah air tercinta. Walaupun Finlandia masuk dalam jajaran peringkat pendidikan tertinggi di dunia yang di nilai berdasarkan penilaian di bidang sains, membaca dan juga matematika, tetapi Finlandia tidaklah menerapkan pendidikan yang super ketat ala pendidikan militer bahkan siswa diberi kelonggaran dalam hal jam belajar yaitu hanya 30 jam perminggu tetapi toh kenapa  kenapa Finlandia mampu mencapai prestasi seperti itu, ternyata rahasianya ada pada guru atau sang pengajar.
Pemerintah Finlandia sangat menekankan tentang kualitas guru bahkan untuk menjadi seorang guru pengajar disebuah sekolah menengah atas guru tersebut haruslah bergelar Doktor. Disana telah ditanamkan bahwa prosfesi seorang guru adalah sebuah profesi yang sangat dihargai, walaupun gaji guru disana tidak juga dinilai fantastis namun pola pikir yang ditanamkan membuat orang-orang finlandia sangat terobsesi untuk menjadi guru. Lulusan sekolah menengah atas terbaik biasanya justru mendaftar untuk masuk ke  universitas-universitas atau fakultas-fakultas pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, persaingannya lebih ketat daripada masuk ke universitas atau fakultas kedokteran dan hukum, juga yang menarik disana adalah sistem pengajarannya yaitu jumlah maksimal siswa dalam satu kelas hanya 15 orang dengan tenaga pengajar 3 orang sekaligus masuk kedalam satu kelas, dan setiap guru mempunyai tanggung jawab terhadap 5 orang siswa binaanya sampai lulus.
Ketika diperguruan tinggi mahasiswa dan dosen mereka bebas untuk menentukan kurikulum mereka, buku yang mereka suka, metode kelas apapun yang mereka suka. Jika negara-negara lain percaya jika ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa.
Setelah melihat aspek-aspek keberhasilan Finlandia dalam dunia pendidikan maka kita dapat menyimpulkan bahwa faktor utama dari keberhasilan itu adalah guru bagaimana bangsa Finlandia mampu memberikan doktrin yang sangat baik dengan menyatakan bahwa profesi yang paling prestisius dibandingkan dengan yang lain dan teknik pendekatan guru terhadap siswa yang dibinanya. Padahal cara ini sudah jauh-jauh hari disampaikan oleh Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara dengan semboyan Tut Wuri Handayani yang menimbulkan makna: “Di Depan, Seorang Pendidik harus memberi Teladan atau Contoh Tindakan Yang Baik, Di tengah atau di antara Murid, Guru harus menciptakan prakarsa dan ide, Dari belakang Seorang Guru harus Memberikan dorongan dan Arahan”.
Indonesia membutuhkan sosok pendidik atau sistem pendidikan yang benar-benar peduli bukan hanya sekedar profesi, seorang atau sekelompok pendidik yang berani mengatakan bahwa saya harus lebih giat berilmu dan mendampingi pengilmu-pengilmu baru. Disini sudah dipaparkan lengkap tentang kualifikasi guru dan memang sangat berat untuk menjadi seorang guru, sehingga hasil pendidikan yang didapat tidak hanya pintar secara akademis namun juga berkarakter secara mental, jika peserta didik hanya dibekali dengan kompetensi saja tanpa dibarengi dengan pembangunan karakter maka bersiaplah menantikan kelahiran serigala-serigala baru yang mengancam negeri ini namun akan lebih parah jika pendidikan yang dihasilkan adalah pendidikan tanpa kompetensi apalagi karakter, sehingga tidak sedikit orang yang bertahun-tahun mengalami pendidikan formal merasa tidak bisa apa-apa dan tidak dapat apa-apa.  
Jangan bermimpi untuk dapat mendidik pemimpin-pemimpin yang besar dengan kapabilitas besar hanya dengan melakukan ujian-ujian tertulis atau yang sejenisnya tapi rombak ulanglah pemikiran peserta didik agar ia berpikir besar dan berkemauan besar dan ia harus di didik selama 24 jam dalam pendidikan kehidupan, begitulah tugas guru dengan tugas mulianya yang tak mungkin diemban oleh orang-orang biasa dengan penanganan yang biasa namun dia haruslah diemban orang-orang luarbiasa dengan konsep luar biasa sehingga tak segan orang menambahkan predikat guru dari pahlawan tanpa tanda jasa menjadi pahlawan dengan taburan jasa yang takan ada mahkluk yang mampu membalas jasanya. Selamat Hari Pendidikan Nasional.
Share this article :

0 komentar:

KAMMI BABEL

Foto saya
Pengurus Komisariat KAMMI Depati Amir Bangka Belitung. Berdiri Januari 2012 (belum satu tahun), terus bergerak untuk memberikan kontribusi terbaik bagi Bangsa.

Anda Pengunjung ke


web counter